Laman

Rabu, 01 Juni 2016

BUAYA



BUAYA 

Maria Putri © 2016

Don't like, don’t look, don't read, don’t bash!
.
.
.
Tidak ada hal yang lebih menyenangkan daripada menikmati hari libur bersama dengan teman-teman terdekat yang selama kurang lebih dua tahun ini kukenal. Semua hal yang berkaitan dengan rencana liburan merupakan hal yang wajib tertulis secara jelas dalam catatan jadwal liburan.


Tempat tujuan dan waktu keberangkatan menjadi perbincangan utamaku dengan teman-temanku selama libur kuliah semester genap ini. Setelah memilih beberapa tempat wisata dan segala kemungkinan yang ada, akhirnya kami memutuskan untuk pergi wisata ke kebun binatang.

What? Kebun binatang? Nggak salah? Hello...!

Orang-orang yang termasuk dalam kategori remaja akhir atau bisa disebut dengan orang dewasa awal itu sebagian besar lebih memilih untuk pergi berlibur ke tempat yang cenderung lebih “wow” dari sekadar kebun binatang.

Biasanya mereka lebih memilih untuk liburan ke tempat yang jauh hingga menginap beberapa hari untuk menikmati sekaligus menghabiskan hari libur mereka.

Naik gunung kemudian menikmati sunrise. Berenang di pantai kemudian menikmati sunset.

Malamnya, bakar-bakar ikan, bakar-bakar ayam, makan rame-rame di penginapan. Atau jalan-jalan malam menikmati hiruk pikuk kota orang bagi yang liburan ke luar kota.

Asyik, seru, ramai, berkesan, dan banyak momen tidak biasa yang bisa diabadikan dan dipamerkan ke teman-teman saat perkuliahan nanti kembali dimulai. Wuih, keren!

Lah? Kebun binatang...? Mau menikmati apa?

Melihat bekantan yang asyik lompat sana-sini sembari manikmati makanannya di dalam kandang?

Krik. Krik. Krik.

Oke, mungkin banyak orang yang mengatakan bahwa kebun binatang merupakan destinasi tempat wisata yang membosankan bagi orang-orang dewasa atau anak remaja dan menganggap jika kebun binatang lebih cocok dijadikan sebagai tempat liburan untuk anak-anak.

Salah jika banyak yang beranggapan seperti itu. Bagiku dan teman-teman, kebun binatang juga bisa dijadikan sebagai tempat liburan yang menarik. Selain untuk refreshing, kami juga bisa belajar mengenal dan mengamati hewan-hewan yang ada di sana.

Lagi pula yang kami harapkan di liburan ini bukanlah kuantitasnya melainkan kualitas kebersamaannya. Selagi aku dan teman-teman dapat menikmati liburan dengan berkumpul dan bermain bersama, tempat yang dianggap biasa pun tidak akan menjadi masalah besar untukku dan teman-teman.

Senang sudah pasti didapat jika apa yang diinginkan selama liburan terpenuhi. Hal ini mutlak terjadi pada semua orang selama liburan. Tapi, sesenang apa pun pasti ada saja hal tidak menyenangkan yang terselip baik itu sengaja terjadi maupun tidak sengaja.

Well, sudah senang-senang berkeliling melihat hewan ini hewan itu, foto sana foto sini dengan berbagai gaya, mulai dari gaya yang biasa-biasa saja sampai yang terbilang norak bahkan terkesan alay, akhirnya mood dihancurkan seketika hanya karena diajak untuk melihat salah satu spesies yang sebenarnya tidak ingin dilihat sama sekali.

Bibir yang sedari awal berangkat liburan tersenyum merekah dengan bentuk kurva yang melengkung ke atas tiba-tiba langsung menjadi garis datar dan lama-kelamaan berubah menjadi kurva yang melengkung ke bawah.

Please...! Dari sekian banyak spesies hewan yang ada di dalam kebun binatang ini, kenapa hewan menyebalkan itu harus ada di tempat ini juga? Kenapa juga temanku yang paling ganteng sendiri di antara kami berempat ini mengajak untuk melihatnya? Bodohnya lagi, kenapa aku tidak menolaknya jika jelas-jelas aku memang tidak mau melihat hewan yang satu itu?

Sudah cukup melihat hewan itu di buku-buku pelajaran Biologi sampai membuatku merinding dan membayangkan hal yang iya-iya, kenapa juga sekarang harus melihatnya secara langsung dan dengan jarak yang lebih dekat?

Memang, jika dibandingkan dengan ketiga temanku, jarakku yang paling jauh dari pagar pembatas. Tapi dari jarak tersebut, mataku sudah sangat jelas menangkap sosok yang sedang berenang di air itu dengan tenangnya.

Tubuh hewan itu tidak sepenuhnya tenggelam di dalam air, sebagian tubuh bagian atasnya yang ditutupi oleh sisik terlihat menyembul di permukaan air. Ekornya yang panjang bergerak ke kanan dan ke kiri. Matanya... ya, Tuhan, melihat matanya yang terkesan licik seperti itu saja sudah ingin membuatku mengambil langkah seribu untuk meninggalkan tempat di mana aku berdiri sekarang ini.

Percaya atau tidak, tubuhku seketika menegang melihat ukuran tubuh hewan itu yang bagiku begitu besar. Kakiku langsung terasa lemas begitu hewan tersebut menggerakkan kelopak matanya dan mengarahkan pupilnya padaku seakan melihatku seperti potongan daging segar yang siap disantap dalam satu kali gigitan saat itu juga.

Rasanya aku ingin jatuh terduduk karena tak lagi merasakan tulang kakiku yang dapat menopang tubuhku untuk berdiri. Tapi jika aku terduduk mungkin saja hewan itu akan loncat dari dalam air dan naik ke tempatku berada lalu mengigitku. Tidak! Itu benar-benar menyeramkan!

Sebelum imajinasiku mengenai spesies ganas itu semakin liar, aku memilih untuk mengajak teman-temanku pergi ke tempat lain dengan alasan bahwa aku lapar dan sebaiknya segera mencari tempat makan.

Beruntung mereka menyetujui ajakanku karena kebetulan mereka juga sudah lapar dan memang sudah waktunya makan siang.

Aku melangkah dengan cepat dari tempat itu tanpa sedikit pun berniat untuk menengok kembali ke belakang dan melihat spesies itu.

Thanks God, I’m saved.

***

Selama makan siang aku masih saja memikirkan apa yang terjadi di menit-menit lalu saat melihat spesies itu.

Mungkin kalian juga sudah tidak akan lagi kesusahan menebak-nebak hewan apa yang aku maksudkan.

Yep! Benar sekali! Bahkan kalian tidak perlu repot-repot menguras pikiran kalian hanya untuk mengira-ngira spesies apa yang sedang kupikirkan karena sudah jelas sekali hewan itu adalah hewan apa.

Crocodylus porosus a.k.a. buaya.

Hewan berdarah dingin yang termasuk ke dalam kelas reptil ini merupakan hewan yang sejak kecil aku takuti.

Sebenarnya aku takut bukan karena hewan ini adalah buaya, tapi karena hewan ini merupakan hewan buas pemakan daging dan karena aku adalah daging, oleh karenanya aku takut.

Oke. Alasan yang tidak masuk akal.

Intinya aku tidak suka dengan hewan buas pemakan daging dan juga dengan hewan parasit tak bertulang belakang yang salah satunya suka menghisap darah. Hewan-hewan seperti itu sudah seperti mimpi buruk bagiku karena terlihat menyeramkan.

Tapi tetap saja buaya adalah spesies yang paling menyeramkan bila dibandingkan dengan hewan menyeramkan lainnya.

Mengapa? Alasannya sepele.

Saking sepelenye alasan yang membuatku takut akan buaya, aku juga pasti takut bila melihat sungai atau danau. Aku selalu beranggapan jika di kedua ekosistem air tempat hidup buaya itu pasti ada buayanya. Oleh karena itu aku tidak pernah berada dalam jarak yang dekat dengan sungai atau danau.

Walaupun aku tahu bahwa tidak semua sungai atau danau terdapat buayanya, namun aku sudah terlanjur memiliki ketakutan akan hewan yang hidup di dua habitat tersebut.

Seram, ‘kan, jika sewaktu-waktu sedang berdiri di pinggir sungai atau danau tiba-tiba ada yang loncat dan mencaplok kepalaku. Ya ampun, aku bahkan bisa membayangkan hal mengerikan seperti apa yang akan terjadi selanjutnya.

Hanya dengan membayangkan hal mengerikan seperti itu sudah kembali membuatku merinding ketakutan. Makanan yang aku makan jadi tidak terlalu terasa enaknya karena kepalaku terlalu sibuk memikirkan sesuatu yang seharusnya tidak kupikirkan sampai sejauh itu.

Mungkin orang normal akan melihatku seperti orang aneh jika tahu apa yang aku rasakan dari beberapa menit yang lalu hingga detik ini. Tapi bila dibandingkan dengan orang yang mempunyai fobia, ketakutanku ini masih tergolong wajar, ‘kan? Iya, ‘kan? Haha.

By the way, berbicara tentang ketakutanku akan buaya, apakah hal tersebut yang juga membuatku takut akan “buaya-buaya” buas di luar sana?

Oke, abaikan saja kalimat pertanyaan di atas.

***
Selesai makan siang, aku dan temanku memutuskan untuk kembali berkeliling melihat hewan-hewan yang belum sempat kami lihat. Hingga sore tiba kami pun memutuskan untuk menyudahi perjalanan liburan kami di kebun binatang dan pulang ke rumah masing-masing.

Terlepas dari hal menyebalkan karena melihat buaya pada siang itu, aku merasa senang karena bisa berkumpul bersama dengan ketiga teman terdekatku di kampus. Setelah beberapa minggu berdiam diri di rumah karena liburan kuliah, akhirnya aku dapat bermain lagi dengan mereka. Tinggal menunggu hitungan hari lagi sampai akhirnya aku benar-benar berkumpul seperti biasa dan belajar bersama lagi di kampus dengan mereka.
.
.
.
“Wah, ada sungai...! Di situ ada buayanya nggak, Kak Dani?”

“Ada, di situ ada buayanya, lho. Hiiii seram... nanti buayanya naik ke atas terus ngejar Meiri, mau makan Meiri. Hihi.

“...”
.
.
.

Fin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar