Laman

Senin, 29 Februari 2016

PENAMPAKAN!

"Hi, I'm the richest and the most beautiful Kunti in the world."
Penampakan! © 2016

Story by Maria Himemura


Coba perhatikan dahulu gambar di samping sebagai penyegar mata sebelum kalian yang tersasar di blog-ku membaca tulisan absurd di bawah ini.

Tapi jika kalian takut untuk melihatnya, silakan langsung dibaca saja cerita yang tak ada ujungnya ini, itu pun kalau kalian berkenan. Pokoknya selamat berperih-perih mata ria bagi yang membaca~




Kali ini aku mau berbagi cerita mengenai pengalamanku saat melihat seorang perempuan yang wujudnya persis seperti gambar di atas. Nah, agar tidak ada yang merinding disko saat membaca, mari teman-teman berdoa terlebih dahulu supaya imannya bertambah kuat dan tidak langsung kabur dari kamar yang saat ini sedang sendirian.

Saya mau bertanya sama kalian, ada yang pernah melihat makhluk yang sama persisnya dengan gambar di atas? Kalau ada berarti kalian bernasib sama denganku. Kenapa? Karena aku pernah melihatnya.

Lalu kalian lihatnya di mana? Di tempat peristirahatan terakhir a.k.a. kuburan? Di pohon? Di rumah orang?  Atau di rumah sendiri? Agak ngeri, ya, kalau melihatnya di rumah sendiri, bisa-bisa tidak mau pulang ke rumah dan ngungsi di rumah orang lain.

Kalau aku sih melihatnya di kuburan. Seram, 'kan? Ditambah saat itu posisiku sedang seorang diri tanpa ada yang menemani di malam yang sunyi dan sepi. Lho, sedang apa sendirian di kuburan? Malam-malam pula. Adu nyali?

Bukan, aku bukan sedang adu nyali apalagi iseng mau melihat makhluk itu. Kerajinan. Tapi saat itu aku sedang dalam perjalanan pulang dari kampus menuju ke kosan.

Biasa deh, mahasiswi yang sedang sibuk mengurus anak-anak kecil kesayangan (baca: tikus-tikus putih) selama penelitian jadi biasa pulang malam karena harus memantau keadaan si kecil.

Setiap pulang ke kosan aku pasti selalu sendiri karena tidak ada teman kosan yang satu penelitian denganku. Alhasil begitulah jadinya, pulang jalan sendiri, asyik sendiri, ngegaje sendiri. 

Untuk mencapai kosan, ada beberapa alternatif jalan. Sedihnya jalan terdekatnya harus melewati kuburan.

Waktu itu sih sama sekali tidak ada perasaan takut sedikit pun kalau harus melewati kuburan yang ada di kanan dan kiri jalan.

Apa yang harus ditakutkan dari kuburan khas yang berukuran besar dan rata-rata berusia lama itu? Paling-paling yang ada hanya makhluk pucat berpakaian rapi dengan gigi taring panjang dan tajam yang kerjaannya suka menghisap darah manusia.

Tapi itu 'kan hanya mitos. Cerita yang tidak benar adanya. Karangan manusia.

Oleh karenanya aku percaya diri sekali untuk jalan sendiri seperti malam-malam sebelumnya. Saking percaya dirinya sampai tidak peduli dengan keadaan jalan yang pada malam itu benar-benar sangat sepi bila dibandingkan dengan malam-malam sebelumnya.

Sama sekali tidak ada orang yang jalan di jalanan itu. Orang-orang hanya ramai di depan gerbang masuk jalan kuburan saja, itu pun orang yang sedang berjualan pecel ayam. Masuk dalam gerbang sudah tidak ada tanda-tanda kehidupan kecuali pohon-pohon besar yang ada di sisi jalan kuburan.

Cuek saja. Jalan terus. Tidak ada apa-apa kok. Aku ngebatin sendiri, berusaha berani dan menghilangkan sensasi merinding yang sempat hinggap.

Akhirnya aku jalan dengan santai karena sudah merasa biasa saja. Sembari berjalan aku besenandung kecil dan sempat bertanya-tanya dalam hati juga sebenarnya kenapa malam ini sepi sekali tidak seperti biasanya. Padahal baru hampir jam tujuh malam. Biasanya juga ramai sekali.

Aku pikir mungkin orang-orang sedang bersiap mau sembahyang karena sudah mau isya. Ya sudah, tidak masalah.

Lagipula apa bedanya jalan di sini? Hanya berbeda ada orang atau tidak dengan biasanya selebihnya tetap sama, sama banyak kuburan dan pohon besarnya.

Sudah setengah jalan aku berjalan di tengah-tengah kuburan yang sama sekali tidak ada penerangan lampu sedkit pun.

Tidak ada yang mencurigakan dan yang aneh-aneh. Sesekali aku menikmati angin semilir yang lewat juga suara dedaunan yang saling bergesek karena tersentuh angin.

Nyaman sekali, ya, malam-malam begini disuguhi angin sepoi-sepoi dan suara dedaunan. Seperti sedang ada di daerah pesisir pantai, pas sekali badan sedang lelah-lelahnya sehabis mengurus si kecil.

Ada-ada saja pikirannya kalau sedang lelah. Sampai-sampai suasana kuburan disamakan dengan suasana di pantai.

Mengesampingkan sejuknya semilir angin kuburan yang bagaikan di tepi pantai, ada yang harus aku beri tahu kepada kalian kenapa aku bisa berani dan nekat pulang sendiri lewat kuburan malam-malam.

Setiap kali melewati kuburan seorang diri aku selalu menganut paham “jalan terus, jangan pernah menengok kiri-kanan-belakang”. Paham ini yang menjadi salah satu alasan terkuatku menjadi tidak merasa takut saat berada di jalan ini seorang diri. Kalau sedang bersama dengan teman sih aku merasa cuek nengok sana nengok sini.

Tetapi entah kenapa, ada angin apa, dan kecolek apa, saat sudah sampai tengah jalan aku tergoda untuk menengok ke kanan.

Tanpa ada rasa kecurigaan sedikit pun, dengan santai aku menggerakkan kepalaku untuk menengok ke arah kanan dan kalian semua tahu apa yang terjadi...?

Jreng! Jreng! Jreng!

Sesuatu yang nampak seperti dalam gambar di atas muncul!

Jeng kunti yang aku rasa nyasar di hunian makhluk-makhluk bermata sipit dan bertaring itu sedang duduk manis di atas salah satu kuburan yang di sebelahnya ada pohon bunga kamboja.

Rambutnya yang panjang bak model iklan sampo menjutai menyentuh tanah yang ada di sekitar kuburan.

Walaupun posisi jeng kunti ini membelakangiku tetap saja keberadaannya yang tepat di depanku membuat bola mataku ingin mencelos dari rongganya.

Seketika aku tidak bisa berbuat apa-apa. Aku yang tadinya menikmati jalan dengan bersenandung kecil sembari menikmati angin yang lewat langsung terdiam detik itu juga.

Bibirku terkatup rapat. Rapat sekali. Mataku membelalak tak percaya, namun aku tak bisa memungkiri apa yang sedang tersuguh di hadapanku.

Aku bergidik ngeri. Bisa kurasakan bulu romaku di sekitar leher, tangan, dan kaki meremang melihatnya.

Jantungku berdetak kencang. Sangat kencang. Bahkan detakannya melebihi detakan kala aku melihat seseorang, uhuk!

Aku bisa merasakan darahku mengalir ke atas dengan cepat, membuat kepalaku terasa panas namun juga dingin di saat yang bersamaan.

Ingin rasanya berlari tapi entah kenapa tidak bisa, seakan ada yang melekatkan kakiku pada jalan di situ.

Aku sama sekali tidak menyangka yang halus-halus macam begitu akan benar-benar muncul di hadapanku.

Sembari melantunkan doa, aku berusaha untuk menggerakkan kepalaku ke arah depan. Aku beruntung bisa melakukannya.

Perlahan aku berjalan, meninggalkan tempat itu. Namun frekuensi berjalanku semakin cepat―ingin segera mencapai kosan.

Aku berusaha menahan diri untuk tidak berlari. Aku takut jika aku berlari, jeng kunti yang sedang duduk manis di atas kuburan itu akan mengejar dan mengikutiku.

Tetesan keringat dingin di pelipisku sampai tidak kuhiraukan. Aku hanya ingin sampai kosan dengan selamat.

Aku terus saja jalan, tanpa berniat untuk menengok ke belakang. Bisa kurasakan jantungku masih berdetak dengan kencangnya dan keringat mengucur di seluruh badanku.

Masih beberapa meter lagi untuk sampai kosan. Aku tidak bisa melakukan hal-hal lain. Yang menjadi pusat pikiranku saat itu adalah kosan.

Ketika kosan sudah terlihat di depan mataku aku menambah kecepatan berjalan. Dengan tergesa-gesa dan panik aku membuka gerbang dan masuk ke dalam kosan.

Saat sampai di teras kosan aku baru bisa bernapas lega walaupun detak jantungku masih tak beraturan, napasku terengah-engah, dan keringat dingin di pelipis mengalir di pipiku.

Aku melihat gerbang kosan yang jaraknya sekitar lebih kurang sepuluh meter dari pintu utama kosan. Memberuntungi diriku sendiri karena apa yang aku takutkan tidak terjadi.

Aku tidak habis pikir jika makhluk halus itu mengikutiku sampai kosan, bisa-bisa aku menjerit ketakutan. Ditambah lagi anak-anak kosan yang lain sebagian besar lebih penakut dibandingkan denganku. Bisa-bisa kami kerepotan sendiri.

Salah satu penghuni kosan yang baru saja akan ke luar mengerutkan dahi kala melihatku yang seperti orang habis lari ribuan kilometer jauhnya. Ia mendekatiku dan aku hanya bisa menelengkan kepala lemah.

“Kenapa, Kak?” tanyanya penasaran.

“Ya ampun! Serem banget deh, Dek!” Aku langsung duduk tegak dan memasang muka horor nan ketakutan.

Serem? Serem kenapa, Kak?”

“Aku mau cerita pokoknya, tunggu ya, aku ganti baju dulu.” Aku langsung berdiri dan berjalan ke kamar hendak mengganti baju karena ingin menceritakan hal yang baru saja terjadi padaku beberapa menit yang lalu.

Okay. Aku tunggu di depan ya, Kak.”

“Iyaaa!”

***

Malam itu benar-benar malam yang bikin aku hampir jantungan. Entah kalian mau percaya pada ceritaku atau tidak, tapi aku benar-benar melihatnya.

Pokoknya sejak hari itu aku tidak pernah melewati jalan itu lagi jika sendirian dan jika hari sudah malam. Aku lebih memilih jalan lain walaupun jaraknya lebih jauh untuk samapai kosan. Demi keselamatan jiwa dan jantungku.

Aku harap kejadian seperti itu tidak akan terulang lagi.

***

Oh iya, info saja, gambar itu aku gambar sendiri. Aku membayangkan kalau jeng kunti berekspresi seperti itu saat sukses melihatku yang cepat-cepat pergi dari tempatnya ketika ia sedang duduk berdiam manis di kuburan.

Soal caption-nya lupakan saja. Soalnya aku kepikiran kenapa bisa hantu Indonesia nyasar ke kuburan China. Mungkin jeng kunti ini lelembut sosialita, ya? Beda pergaulan hihihi.

Maafkan saya. Imajinasi saya terlalu liar jika menggambar. Kita sudahi saja sampai di sini.

Terima kasih untuk kalian yang menyempatkan mampir dan membaca di blog usang ini~

Tidak ada komentar:

Posting Komentar