Selama melewati tiga kali masa bienniel, aku merasa nyaman dengan perasaanku yang mengalami dormansi.
Namun tiba-tiba kau datang di hadapanku dan mulai mengimbibisi relung hatiku.
Awalnya aku merasa biasa saat kau melepas pesona dengan giberelinmu.
Aku pun merasa tak peduli ketika kau mulai menyintesis kepedulianmu yang dapat membuatku melihat sisi lain dari dirimu lewat plumula yang kau tumbuhkan secara epigeal.
Tapi semakin lama giberelin pesonamu semakin banyak berdifusi, membuat radikula yang kau ciptakan menembus dalam hatiku yang sebelumnya sudah kututup rapat dengan aleuron.
Semuanya terjadi begitu saja, sampai-sampai aku tidak menyadari bahwa sitokininmu telah mempengaruhi kehidupanku.
Auksinmu pun telah mendorongku melakukan hal-hal yang sebelumnya tak pernah kulakukan, membuatku mengalami fototropisme yang selalu terpaku pada cahaya senyumanmu.
Tapi ternyata aku salah...
Cahaya senyuman yang selalu kunanti itu pada akhirnya justru menghambat perasaanku.
Mungkin kau tak tahu, akibat ulahmu itu perasaanku mengalami etiolasi.
Selalu tumbuh namun rapuh karena kegelapan harapan yang kauberikan.
Aku tak bisa terus menunggu seperti ini.
Harapanku akan asam absisat darimu pun mulai pudar. Kau buat stomata hatiku terbuka lebar dan membiarkan perasaanku mulai menguap.
Aku sangat membenci ini...
Menantimu hanya dapat menggoreskan sebuah luka yang teramat dalam.
Asam traumalin pun tak lagi mampu memperbaiki goresan luka yang terjadi dalam hatiku.
Hingga akhirnya aku hanya tinggal menunggu sampai perasaan ini kembali mengalami defisiensi.
"Love is like a plant, it takes time to grow but when you stop caring for it, it slowly dies...."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar